Liputan6.com, Jakarta - Dosen Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menjelaskan bahwa wacana Calon Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto, yang akan menambah jumlah kementerian dari 34 menjadi 40 kursi, harus mengubah regulasi yang ada.
"Regulasi harus diubah. Suka-suka pemenang saja bagaimana postur kabinet ke depan," kata Adi, Rabu (8/5/2024).
Hal ini bertolak belakang dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang justru merampingkan jumlah kementerian untuk meningkatkan efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Advertisement
Meskipun demikian, Adi menilai bahwa baik Jokowi maupun Prabowo memiliki pandangan masing-masing terkait dengan kementerian.
"Jika untuk kemajuan bangsa, anggaran harus dialokasikan, kecuali untuk kepentingan yang tidak bermanfaat, ceritanya berbeda," ujarnya.
Jumlah kementerian telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
"Jumlah keseluruhan kementerian sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 maksimal 34," demikian bunyi pasal tersebut.
Penjelasan dalam Undang-Undang No. 39/2008 ini juga menyebutkan bahwa undang-undang ini bertujuan untuk melakukan reformasi birokrasi dengan membatasi jumlah kementerian maksimal 34.
Sebelumnya, Prabowo berencana untuk menambah jumlah kementerian menjadi 40 dari yang sebelumnya 34.
Calon Wakil Presiden RI terpilih, Gibran Rakabuming Raka, juga telah memberikan tanggapan terkait penambahan jumlah kementerian menjadi 40 kursi ini. Menurutnya, komposisi kabinet saat ini masih sedang dibahas dengan berbagai pihak.
Wali Kota Surakarta itu tidak menampik kemungkinan adanya penambahan kursi menteri dalam kabinet Prabowo-Gibran. Bahkan, dia mengakui bahwa salah satu kementerian yang sedang direncanakan adalah kementerian khusus untuk mengurus program makan siang gratis.
Program makan siang gratis merupakan program unggulan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo-Gibran, selama kampanye Pilpres 2024.
Gibran juga menyadari bahwa program tersebut tidaklah sederhana sehingga membutuhkan lembaga khusus untuk mengelolanya.
Soroti Program Makan Siang Gratis
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira, merasa bingung dengan program pasangan calon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yakni makan siang gratis yang diusulkan akan menggunakan anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Padahal, kata Andreas, pengumuman hasil pemilu belum disampaikan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Belum apa-apa, belum selesai pemilu sudah ada hal yang berkaitan dengan makan siang gratis masuk di dalam Dana BOS, kan repot kita memperdebatkan dan mempertanggungjawabkan seperti ini," kata Andreas, saat rapat dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Rabu (6/3/2024).
"Sementara kita semua tahu ya makan siang gratis pasti anggarannya lebih tinggi dari seluruh anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," sambung dia.
Saking kesalnya dengan usulan tersebut, Andreas pun mengusulkan agar dibentuknya Kementerian Makan Siang Gratis agar tak perlu mengatur anggaran BOS.
"Saya sampai aduh usulkan sebaiknya bikin Kementerian Makan Siang Gratis saja sekalian, ketimbang kita harus masukkan DIPA Dana BOS yang mungkin jumlah angkanya sedikit dengan dijejali anggaran yang begitu besar," tegas dia.
Dia pun meminta agar ada evaluasi hingga pembicaraan khusus terkait usulan-usulan yang akan dimulai oleh pemerintahan selanjutnya.
"Sementara nanti di sekolah-sekolah harus bertanggung jawab dengan segala pertanggungjawaban itu. Jadi saya kira mungkin ada evaluasi khusus, ada pembicaraan khusus yang lebih rileks untuk menitipkan untuk ke depan," imbuh dia.
Advertisement
Gerindra Tak Permasalahkan 40 Kementerian
Pendapat berbeda disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman, dia menyatakan sepakat dengan wacana tersebut.
"Kalau memang ingin melibatkan banyak orang menurut saya enggak masalah, justru semakin banyak semakin bagus kalau saya pribadi,” kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (6/5/2024).
Habiburokhman mengaku tak masalah bila kementerian menjadi gemuk, menurutnya Indonesia negara besar sehingga membutuhkan banyak orang untuk membangunnya.
"Kalau gemuk dalam konteks fisik orang per orang itu kan tidak sehat, tapi dalam konteks negara jumlah yang banyak itu artinya besar, besar justru bagus, negara kita kan negara besar, tantangan kita besar, target kita besar, wajar kalau kita perlu mengumpulkan banyak orang berkumpul dalam pemerintahan sehingga jadi besar,” ungkap dia.
Menurut Habiburokhman, pengembangan jumlah Kementerian bukan berarti hanya untuk bagi-bagi jatah ke partai politik. Meski demikian, ia menyatakan masukan dari masyarakat akan tetap menjadi pertimbangan.
"Itulah kesalahan berpikir, dan enggak apa-apa jadi masukan bagi kami jangan sampai hanya untuk mengakomodir kepentingan politik, masukan masyarakat kami terima,” kata dia.
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence